Oleh : Muhammad Ali Husein
Kadept Kastrat Kathoza 2013
“Setiap orang berhak
atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” _Pasal
28E ayat (3) UUD 1945
Polemik
yang terjadi menjelang pengesahan RUU Ormas yang diagendakan pengesahannya oleh
Pemerintah bersama dengan DPR pada tanggal 9 April 2013 ini menuai banyak
kecaman. Mulai dari pasal dan ayatnya yang multitafsir hingga berujung pada
pengekangan dan peluang untuk membubarkan ormas adalah bentuk-bentuk
represifitas dari RUU Ormas. Berbagai penolakan dan kecaman terus saja
berdatangan kepada sebuah RUU yang sedang mengupayakan keamananan, ketertiban,
dan stabilitas dalam pola yang tunggal ini. UU No. 8 Tahun 1985 tentang
Organisasi Kemasyarakatan sudah tidak relevan, tutur Mendagri, Gamawan Fauzi. Malah sebaliknya, banyak
poin-poin yang penafsirannya berujung pada multitafsir, diantaranya :
Pertama, Asas
Ormas tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 2 RUU Ormas). Ormas dapat mencantumkan
ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Ormas yang tidak
bertentangan dengan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (Pasal 3 RUU Ormas).
Pasal
2 dan 3 RUU Ormas tersebut berupaya mengembalikan asas Ormas pada asas tunggal
Pancasila, yang memungkinkan kembalinya Indonesia pada suatu rezim represif
Orba yang menggunakan asas tunggal. Meskipun muatannya sarat akan multitafsir,
ada beberapa penafsiran yang boleh menggunakan asas selain Pancasila
(red:Islam) namun beberapa menafsirkan Pancasila kembali sebagai asas tunggal.
Kedua,
TAP MPR No. 11 Tahun 1978 tentang asas tunggal dan P4 sudah dibatalkan dan
dicabut melalui TAP MPR No. XVIII Tahun 1988 tentang pencabutan P4. Justru
dengan mencantumkan kembali Pasal 2 RUU Ormas adalah sebuah kemunduran karena
bisa membangkitkan trauma masyarakat akan rezim represif Orba.
Ketiga,
Wilayah kerja Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup: nasional, provinsi, dan/atau kabupaten/kota
(Pasal 7 ayat (3) RUU Ormas). Pasal ini akan membatasi gerak Ormas Indonesia
yang sudah menegmbangkan sayapnya ke luar negeri (red: Muhammadiyah, NU, KAMMI,
dll).
Keempat,
Ormas dilarang melakukan kekerasan, mengganggu ketertiban, dan merusak
fasilitas umum (Pasal 50 ayat (2) huruf e).
Ormas
dilarang menerima sumbangan berupa uang, barang, ataupun jasa dari pihak mana
pun tanpa mencantumkan identitas yang jelas (Pasal 50 ayat (3) huruf c).
Pasal
50 ayat 2 dan 3 kembali mengandung muatan multitafsir, terutama pasal 50 ayat
2, banyak Ormas yang selama ini menerima sumbangan dari pihak yang enggan
disebutkan namanya, ungkap Din Syamsudin Ketua Muhammadiyah. Jika ini terjadi
maka bisa mengganggu keberlangsungan Ormas.
Hal
ini juga bertentangan dengan Pasal 34 ayat (1) yang mengatakan: Dalam hal Ormas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a dan huruf b menghimpun dan
mengelola dana dari anggota dan masyarakat, Ormas wajib membuat laporan
pertanggungjawaban keuangan sesuai standar akuntansi secara umum atau sesuai
AD/ART. Akan sangat sulit jika membuat laporan keuangan jika sumbangan berasal
dari pihak yang enggan disebutkan namanya sedangkan pada Pasal 50 ayat (3)
wajib menyertakan identitas.
Kelima,
masih banyak pasal-pasal lain yang multitafsir seperti Pasal 50 ayat (4) yang
melarang menyebarkan paham lain yang bertentangan dengan Pancasila, Pasal 7
ayat (2) yang tidak mencantumkan politik sebagai ruang lingkup ormas. Pasal 50,
51, dan 52 yang mengancam pembekuan dan pembubaran Ormas jika mengganggu
keamanan dan ketertiban, dan pasal-pasal lainnya.
Menurut
Ketua Pansus Ormas, Abdul Malik Haramain, hingga kini pembahasan Daftar
Inventaris Masalah (DIM) RUU Ormas di DPR pun masih belum berujung pada
kesepakatan. DIM yang belum mencapai kesepakatan diantaranya :
DIM
11 : Definisi Ormas
DIM
17-18 : Asas Ormas
DIM
60 : Pendiri Ormas
DIM
236-273 : Ormas Asing
DIM
290-297 : Penyelesaian Sengketa Ormas
DIM
198-313 : Larangan
DIM 314-342 : Sanksi Administratif,
Pembekuan, Pembubaran Ormas serta pidana bagi anggota dan pengurus Ormas
terakhir
DIM
343-349 : Ketentuan Peralihan dan Penutup
Menghadapi
banyak polemik yang terjadi, Ketua Pansus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain
menyatakan ada tiga pilihan dalam menetapkan asas Ormas, yaitu:
1. Pancasila
sebagai asas tunggal (UU No. 8 Tahun 1985)
2. Asas
Ormas tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 (RUU Ormas)
3. Asas
Ormas berasaskan Pancasila dan Ormas boleh mencantumkan asas-asas lainnya.
Abdul
Malik pun mengatakan poin ketiga lah yang paling aman, untuk segera
menyelesaikan polemik yang terjadi.
Meskipun
pembahasan RUU Ormas kini masih alot di DPR, ketika hasil pembahasan memutuskan
bahwa RUU Ormas gagal, maka payung hukum Ormas haruslah kembali pada UU No. 8
Tahun 1985.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar