Staf Ahli Bidang Pendidikan dan
Sosial Budaya Kastrat KAMMI Kathoza 2013
Kurikulum
2013 yang rencananya akan diterapkan di bulan Juli mendatang, hingga kini masih
menjadi bahan perdebatan. Hal tersebut terjadi karena banyak pihak yang
menganggap bahwa kurikulum tersebut belum siap dan juga masih terdapat banyak
kekurangannya.
Kurikulum
santer disebut sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan. Namun seorang
pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara, Romo Mardiatmadja, berpendapat
bahwa kurikulum 2013 akan menghasilkan generasi rapuh, karena peran guru dalam
kurikulum ini tidak tampak. Guru di sini hanya menjadi seorang tentor yang
beracuan pada buku babon. Hal ini menunjukkan bahwa nilai yang terkandung dalam
kurikulum 2013 belum sesuai dengan fungsi dari kurikulum itu sendiri.
Dari
berbagai pendapat pemerhati dan pelaku pendidikan, terdapat beberapa kekurangan
dalam isi kurikulum 2013, yaitu:
1. Kurikulum 2013 mengandung kompetensi inti
dan kompetensi dasar yang tidak sejalan dengan apa yang dikatakan oleh
pemerintah. Romo Benny Susetyo, seorang pemerhati pendidikan berpendapat bahwa
“Kami sudah lihat dokumen resminya dan berdasarkan dokumen resmi ini kami
meminta menunda karena isinya saling bertolak belakang." Berdasarkan hal
tersebut, ia pun berpendapat bahwa kurikulum ini masih belum siap untuk
diterapkan, sehingga harus ditunda dulu.
2. Kebelumsiapan kurikulum ini juga dapat
dilihat dari respon para pendidik. Menurut Jimmy Paat, salah satu dosen UNJ dan
aktivis Sekolah Tanpa Batas, mengatakan bahwa para guru bingung dalam memahami
dan mengimpletasikan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang terdapat dalam
kurikulum 2013. Pendapat Jimmy ini dudukung oleh rekannya, Hartini Nara yang
berpendapat bahwa untuk mengubah cara berfikir guru itu tidak mudah, tidak
hanya sekedar dengan pelatihan asal-asalan.
3. Berlandaskan filsafat elektisisme
Kurikulum
2013 menggunakan dasar filsafat elektisisme, yaitu filsafat yang pada dasarnya
memilih yang terbaik dari berbagai pendekatan, menggabungkan hal-hal yang
berbeda, yang sebenarnya tidak cocok sama sekali dijadikan satu mozaik
tersendiri yang tidak memiliki konsisten dalam pemikiran. Pendekatan ini
dianggap tidak cantik karena menggabungkan hal-hal kompleks yang tidak jelas.
Doni Kusuma A, seorang pengamat pendidikan, menyatakan bahwa:
“Pilihan filsafat eklektik tak lain adalah
wujud kemalasan berpikir, simplifikasi persoalan, dan pilihan jalan pintas
paling gampang. Filsafat eklektik dapat jadi jalan pintas rasionalisasi dan
menghindar dari tanggung jawab ketika terjadi berbagai macam persoalan; mulai dari pilihan materi
pengajaran, metode, sistem evaluasi, bahkan gagal dalam eksekusinya. Sebab,
semua hal bisa dijustifikasi dan dirasionalisasi melalui pendekatan eklektik!”
Pernyataannya
ini didasari oleh salah satu bunyi kompetensi dasar yang tertulis dalam
kurikulum 2013, yang menyatakan bahwa “Menunjukkan perilaku patuh, tertib, dan
mengikuti aturan dalam melakukan penjumlahan dan pengurangan sesuai secara
efektif dengan memerhatikan nilai tempat ratusan, puluhan, dan satuan.”
4. Ketidakjelasan anggaran yang akan
digunakan. Anggaran yang dibuat untuk kurikulum 2013 masih belum ada kejelasan,
karena terdapat dua dokumen anggaran yang berbeda. Menurut Raihan Iskandar,
anggota Panja kurikulum komisi X DPR RI, dalam anggaran kurikulum tercantum Rp
631,4 miliar, namun dalam APBN adalah Rp 751,4 miliar. Selain itu, untuk
anggaran pelatihan guru pun terdapat perbedaan anggaran. Dalam anggaran kurikulum
2013, untuk anggaran pelatihan guru tercatat sebesar Rp 1.094.55.974.000 dan
anggaran pelatihan adalah Rp 1.095.74.64.000. Namun, dari sumber lain, Siti
Juliantri Rachman, seorang peneliti ICW, mengatakan bahwa “Anggaran pertama
diumumkan Rp 684 miliar, selanjutnya naik jadi Rp 1,4 triliun, dan terakhir
jadi Rp 2,49 triliun” hal ini ia katakan rawan korupsi jika tetap diterapkan,
karena kenaikan anggaran ini berubah begitu cepat.
Berdasarkan
dari data-data diatas, kini banyak pihak berpendapat bahwa kurikulum 2013 tidak
boleh diterapkan, atau bisa diterapkan, namun tidak untuk saat ini. Kurikulum
2013 bisa tetap diterapkan apabila isinya sudah diperbaiki, mengingat bahwa
selama ini Indonesia sudah sering bergonta-ganti kurikulum, namun hasilnya
masih belum bisa dibilang memuaskan. Kurikulum KBK (2004) diganti begitu saja
karena beranggapan bahwa KTSP(2006) bisa menjadi penawar penyakit pendidikan di
Indonesia, namun pada kenyataannya KTSP belum mampu menjadi penawar yang
mujarab.
Pemerintah
mengganti KBK menjadi KTSP dengan alasan bahwa
kurikulum ini memberi kewenangan kepada guru untuk mengembangkan
kurikulum sesuai dengan potensi dimana mereka mengajar, baik dari potensi
sekolahnya juga potensi local disekitarnya. Namun pada kenyataannya banyak guru
yang lebih memilih berpanduan pada buku yang ditulis oleh konsultan pendidikan,
padahal apa yang terdapat dalam buku panduan tersebut bisa saja sukses di suatu
sekolah, namun belum pasti berhasil di sekolah lain. Alhasil produk yang
dihasilkan pun tidak sesuai seperti yang diharapkan, banyak sekolah gagal
menerapkan kurikulum ini. Alasan kegagalan inilah yang akhirnya membuat Mentri
Pendidikan, Muhamad Nuh, berinisiatif untuk mengganti KTSP dengan Kurikulum
2013.
Sebenarnya,
menurut saya penggantian kurikulum itu sah-sah saja, namun pihak yang berwenang
di sini juga harus bisa melihat kondisi sasarannya. Seperti tidak lucu jika
seorang bayi langsung diberi makan nasi, semua harus bertahap sesuai dengan
situasi dan kondisi. Jika memang KBK dan KTSP diganti karena memiliki
kekurangan, maka seharusnya kita bisa melihat dan mengoreksi dimana letak
kekurangannya, sehingga ketika ada pergantian kurikulum baru, kurikulum ini
dapat membawa dampak yang memang baik untuk kemajuan pendidikan di tanah ini.
Karena guru dan siswa selaku pengonsumsi dari produk kurikulum bukanlah kelinci
yang bisa dijadikan percobaan. Mereka adalah meanusia bebas yang memiliki
keinginan tuk meraih masa depan yang cerah. Lalu bagaimana mereka bisa
mendapatkan masa depan yang cerah apabila pendidikan yang mereka dapatkan
bukanlah pendidikan yang mendidik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar