Oleh
: Nurul Liza
Staf Ahli Bidang Pendidikan
dan Sosial Budaya Kastrat KAMMI Kathoza 2013
UN
dan pendidikan setingkat SD, SMP dan SMA/SMK , sampai saat ini masih seperti
dua sisi mata uang, yaitu dua mata sisi yang tidak dapat dipisahkan. Setiap
pendidikan dijenjang tersebut akan menemui UN, dan UN merupakan salah satu
faktor terbesar yang kelak akan menentukan lulus atau tidaknya siswa dalam
jenjang pendidikan tersebut, tak peduli dia itu pintar atau tidak.
UN
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat memahami
materi yang telah mereka dapatkan, dalam arti lain UN digunakan untuk
mengetahui kualitas pendidikan seorang siswa. Selain itu UN juga diadakan untuk
dijadikan tolak ukur lulus atau tidaknya siswa.
Pelaksanaan
UN tahun ini menui banyak kritik, dikarenakan banyak permasalahan yang terjadi,
dimulai dari pendistribusian soal yang buruk, jenis kertas yang rentan rusak
hingga permasalahan anggaran dan tender.
Berbagai permasalahan ini pun akhirnya menimbulkan perdebatan mengenai
UN. Ada beberapa pihak yang beranggapan bahwa UN lebih banyak membawa
dampak negatif daripada dampak
positifnya, sehingga harus dihapuskan.
Gugatan-gugatan
untuk menghapus UN terus berdatangan dari berbagai pihak, dan dalil-dalil yang
dapat mendukung pun terus dikeluarkan. Beberapa penelitian mendokumentasikan
dampak negatif dari UN, diantaranya adalah:
1.
Kesenjangan prestasi akademis
berdasarkan status sosial ekonomi keluarga
2.
Meningkatkan risiko putus sekolah bagi siswa tak mampu dan siswa dari kelompok
minoritas
3.
Penyempitan kurikulum, yaitu terfokusnya pembelajaran pada mata pelajaran yang
diujikan, sehingga yang diujikan terabaikan
4.
Proses belajar yang berupaya menggali aspek kretivitaf dan berpusat pada siswa
cenderung terpinggirkan karena lebih memfokuskan pada pelatiahan soal
5.
Tekanan berlebihan yang dirasakan siswa, tekanan berlebihan yang dirasakan guru
6.
Terjadinya kecurangan.
Selain
itu semua, sebuah penelitian dari sebuah
lembaga nirlaba yang didirikan di George Washington University, Center on
Education Policy , yang meneliti ujian kelulusan di sejumlah Negara bagaian
Amerika Serikat sejak tahun 2002 menyimpulkan bahwa sampai sekarang belum
ditemukan keterkaitan anatara UN dan peningkatan prestasi siswa. Tak hanya
Center on Education Policy saja yang belum menemukan, namun juga Grodsky dkk
(2009), Reardon dkk (2009), dan Holme dkk (2012).
Mendengar tuntutan-tuntutan dari
berbagai pihak mengenai penghapusan UN, Muh Nuh pun berpendapat bahwa, sebelum
masalah ini ada pun, keraguan terhadap UN sudah santer disuarakan, namun yang
terpenting adalah kementerian sudah melaksanakan sesuai dasar akademis.
Berbeda dengan pendapat sebelumnya
yang mengharapkan UN untuk dihapuskan, wakil menteri agama Nasarudin Umar
berpendapat bahwa “Jika UN ditiadakan, justru Indonesia akan dihadapkan kepada
sejumlah kesulitan, antara lain, tak bisa memetakan tingkat kemampuan siswa
terhadap hasil penyelenggaraan pendidikan selama ini," Selain itu beliau
berpendapat bahwa dengan penghapusan UN maka akan terjadi disintegrasi di
Indonesia, yaitu suatu kondisi dimana persatuan menjadi terpecah belah, Dalam
arti, jika pemerintah menghapuskan UN maka kemungkinan aka nada pihak-pihak
yang berpendapat bahwa pemerintah pusat hanya memperhatikan satu wilayah saja,
sehingga terjadi ketimpangan sosial. Sehingga ia mengatakan bahwa penghapusan
ujian bukanlah cara yang tepat, namun perbaikilah semua system, karena itu lah
yang lebih dibutuhkan.
Pro dan kontra itu sudah hal yang
biasa, namun jika dilihat lagi mengenai permasalahan UN di Indonesia Dan
sebenarnya dari dulu UN pun sudah banyak terjadi kekacauan, karena pelaksanaan
UN sudah dihiasi dengan kecurang, baik dari pihak sekolah (guru), siswa bahkan
pengawas. Tak hanya itu saja, soal ujian yang tertuliskan rahasia Negara dan
sudah disegel pun masih perlu ditanyakan kerahasiaannya, karena entah bagaimana
bisa terjadi jual beli kunci jawaban yang soalnya saja masih dalam amplop
dengan tulisan rahasia Negara dan disegel?
Memang
UN adalah cara yang dapat digunakan dalam mengukur kualitas siswa, namun apa
itu semua benar? Bahwa siswa dapat diukur dari beberapa soal ujian yang belum
tentu dijawab secara jujur. Padahal sebenarnya sudah jelas dalam pasal 58 ayat
1 UU Nomor 20 tahun 2003 bahwa “Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan
oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar
peserta didik secara berkesinambungan”. Sebuah pernyataan yang jelas-jelas
mengharapkan pendidiklah (guru) yang seharusnya memantau proses belajar siswa,
dalam arti menjadi pemantau kualitas siswa.
UN atau yang dikenal juga dengan ujian nasional memang berbarengan dengan pro dan kontra yang sering mengiringinya. Namun begitu, kiranya apa yang disampaikan oleh Bapak Jusuf Kalla perlu untuk direnungi bersama. Seperti yg berhasil dikutip dari http://bit.ly/1gPTmEw , beliau mengatakan adanya ujian nasional (UN) terbukti mampu mendisiplinkan anak. Beliau berpendapat apapun analisa terhadap UN, namun UN lebih baik karena membuat anak untuk belajar. Bahkan di negara-negera maju seperti di Amerika Serikat, China, Jepang, Inggris, dan Singapura pun ada standar kelulusan.
BalasHapus