
Oleh : Suryani
Staf Ahli Bidang Pemberdayaan Wanita
Kastrat KAMMI Kathoza 2013
Keadilan
dan kesetaraan gender adalah salah satu konsep yang dibawa oleh gerakan
feminisme. Gerakan feminis sendiri bermula pada abad pertengahan Eropa, dimana
keadaan masyarakat pada saat itu berada di bawah tekanan kekuasaan dari gereja.
Perempuan diposisikan sebagai makhluk yang tidak sempurna, sumber segala dosa
laki-laki, dan kedudukannya yang hanya sebatas “pelayan”. Tidak ada hak politik
dan ekonomi yang dapat memeberi kesempatan pada perempuan untuk
mengaktualisasikan dirinya. Sebagaimana yang ditulis oleh Tertullian (150M)
sebagai Bapak Gereja pertama menyatakan doktrin kristen tentang wanita sebagai
berikut :
“Wanita yang
membukakan pintu bagi masuknya godaan setan dan membimbing kaum pria ke pohon
terlarang untuk melanggar hukum Tuhan, dan mebuat laki-laki menjadi jahat serta
menjadi bayangan Tuhan.”
St
John Chrysostom (345M-407M) seorang bapak Gereja bangsa Yunani berkata :
“Wanita adalah
setan yang tidak bisa dihindari, suatu kejahatan dan bencana yang abadi dan
menarik, sebuah resiko rumah tangga dan ketika beruntungan yang cantik.”
Sehingga
muncul beberapa aktivis pembela kebebasan perempuan diantaranya adalah Lucretia
mott dan Elizabeth Cady Stanton yang menghasilkan sebuah konvensi hak-hak
perempuan pada 1848 di Seneca falls. Karena, pada saat itu hampir di seluruh
wilayah kondisi perempuan berada dalam keprihatinan, gerakan feminis mempunyai
tempat tersendiri dan berkembang dengan jumlah massa yang besar serta menyebar
tidak hanya di wilayah Eropa bahkan sampai ke Asia termasuk Indonesia. feminis
secara umum menggolongkan pembedaan jenis kelamin menjadi tiga yaitu, feminim,
maskulin, dan satu jenis yang bersifat berubah-ubah sesuai dengan ketertarikan
pribadi (trans seksual).
Dasar
pemikiran feminis terbagi menjadi tiga gelombang:
1. Mengusung isu
tentang hak-hak politik dan kesetaran ekonomi bagi wanita (1792).
2.
Bertambah dengan isu perkawinan, peran ibu, hubungan-hubungan seksual. Secara
garis besar menginginkan suatu perubahan besar yang radikal dalam kehidupan
pribadi, ekonomi, dan politik (1949).
3.
Women in diversity (keberagaman perempuan), ini adalah kritik pada feminis
gelombang kedua karena, tidak mewakili seluruh ras dan hanya ras eropa yang
dapat merasakannya (1980).
Jika
berbicara tentang konsep Gender dan feminis di Indonesia, pasti mengacu pada
gerakan emansipasi wanita kartini pada akhir abad 18 dan awal 19 (1879-1904).
Pemikiran Kartini tentang perempuan Indonesia pada saat itu melalui kumpulan
surat-suratnya dengan Zehandelaar menjelaskan tentang kondisi perempuan pribumi
yang sulit mendapat akses ke dalam dunia pendidikan karena pengaruh adat
istiadat jawa pada khususnya. Seperti kutipan suratnya ini:
“Aduh, tiadalah
tahu betapa sedihnya, jatuh kasih akan jaman muda, jaman baru, jamanmu, kasih
dengan segenap jiwa, sedangkan tangan dan kaki terikat, terbelenggu, pada adat
istiadat dan kebiasaan negeri sendiri, tiada mungkin meluluskan diri dari ikatannya.
Dan adat kebiasaan negeri kami sungguh-sungguh bertentangan dengan kemauan
jaman baru, jaman baru yang saya inginkan masuk kedalam masyarakat kami…”.
Dalam
surat tersebut jelas menunjukan bahwa,
adat istiadatlah yang menjadi penghalang emansipasi bukan Agama. Hal ini tentu
saja bertolak belakang dengan konsep feminisme yang menganggap Agama merupakan
penyebab ketertindasan kaum perempuan. Kaum feminis merasa bahwa para pemuka
agama dan kaum laki-laki adalah pemimpin
yang patriarki dan menggunakan tafsir kitab suci (agama bangsa Eropa/Nasrani).
untuk melanggengkan kekuasaan laki-laki diatas perempuan. Sikap inilah yang
menjadi awal pergerakan para feminis sebagai reaksi atas siakap represif gereja
terhadap perempuan yang menjadikan mereka berpikiran dan mengembangkan paham
relativitas, dimana suatu hal bisa salah atau benar, baik atau buruk tergantung
pada siatuasi dan kondisi yang melingkupi sebuah peristiwa atau kejadian.
Akhirnya mereka buang jauh-jauh konsep keyakinan pada agama.
Konsep
feminisme dengan pengertian tersebut tentu sangat bertolak belakang dengan
ajaran Islam. Dimana Islam memuliakan wanita dengan beberapa surat khusus yang
membahas wanita (surat annisa, Maryam, tahrim, talaq dll) yang jelas didalamnya
mengandung pengangkatan derajat wanita di dalam Islam dalam berbagai aspek
kehidupan termasuk dalam bidang pendidikan. Hal ini dipahami oleh R.A Kartini
dengan surat yang dikirim yang intinya menuntut persamaan hak dalam pendidikan.
Sebagaimana kita pahami Al umm al
madrosatul ula. Tidak mungkin suatu bangsa akan maju apabila para wanitanya
tidak memami pendidikan dengan baik. Hal ini berarti perlu kita pahami bersama
bahwa R.A Kartini menekankan pentingnya
pendidikan bagi seorang perempuan karena perempuan adalah tonggak pertama pendidikan
bagi anak-anaknya. Kartini mengakui adanya peran penting seorang wanita sebagai
ibu yang mendidik anak-anaknya tanpa harus mengejar sesuatu yang bersifat
materialistis dan irasional.
Indonesia
sebagai sebuah negara yang berlandaskan
UUD 45 dan Pancasila yang dilandasi akan filosofi keyakinan terhadap agama,
maka sudah seharusnya semua kebijakan harus menggunakan asas yang membawa aspek
agama termasuk didalamnya tentang RUU KKG. Sangt disayangkan dalam RUU KKG BAB
II tentang asas dan tujuan tidak tercantum
Agama, sehingga dikhawatirkan pada akhirnya paham feminis yang jelas-jelas
membuang agama secara tidak sadar masuk dalam sistem pemerintahan dan
kemasayarkatan kita.
RATU DUNIA
Miss
World adalah sebuah ajang pencarian wanita yang memiliki kesempurnaan tubuh dan
“intelektualitas” bertaraf internasional. Dalam semangat awal pembuatan event
ini adalah sebagai sebuah variety show di BBC, Inggris 1959. Pada awal
penyelenggaraanya, kontes ini hanya menampilkan kemolekan tubuh yang
berlenggak-lenggok di atas panggung. Namun, pada tahun 1970 an terdapat protes
dari aktivis feminis pada saat acara mereka melempari tepung, kotoran dan batu
sebagai bentuk protes pada acara tersebut karena, dilatarbelakangi oleh bisnis
wanita. Karena kejadian tersebut, pada 1980an persyaratan miss world tidak
hanya kesempurnaan bentuk tubuh namun ditambah dengan kecantikan pribadi dan
kecerdasan (beauty with purpose). Apakah hal ini membantu peningkatan penonton
pada acara ini? Pada kenyataannya, masyarakat inggris dimana berlaku sebagai
founding fathers acara ini malah menilai acara ini sebagai acraa yang
membosankan dan tidak menarik serta old-fashioned sehingga 5 chanel
memberhentikan tayangan ini pada 1998. Sebagai calon “tuan rumah” Miss World
ke-65 yang akan dilaksanakan pada bulan September mendatang, mengapa Indonesia
harus bangga dan menyiapkan segala Sesutu untuk menyambut event yang bahkan
dalam masyarakat Eropa sudah tidak menarik lagi karena alasan menarik
wisatawan? Apakah dengan adanya pemilihan miss world dengan segala
persyaratannya yang materialistis akan mengangkat derajat perempuan? Apakah
miss world dengan “kecantikan,dan kecerdasan” dapat memberikan andil yang besar
bagi negara? Jawabannya adalah TIDAK. Selama perjalannanya, ajang ini adalah
sebuah ajang bisnis perempuan terselubung dimana ada beberapa fakta dan skandal
tentang perempuan-perempuan dunia ini diantaranya, adalah, hamil diluar nikah,
pengguna obat-obat terlarang, wanita simpanan dll. Bahkan dari perwakilan MUI
muhyidin junaedi juga telah menolak diadakannya ajang ini di Indonesia karena
tidak sesuai dengan norma bangsa dang agama. Sebagai negara dengan jumlah ummat
muslim terbesar di Dunia dan negara dengan prinsip menjunjung tinggi moral dan
adab, akankan kita terus saja berdiam diri pada ideology, kebiasaan yang tidak
sesuai dengan nilai bangsa Indonesia serta lahir dari ketidak tahuan mereka
pada Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar