Krisis manusia perahu kembali membayangi negara negara ASEAN khususnya Indonesia. Terdamparnya kurang lebih 600 pengungsi yang berasal dari Rohingya dan Bangladesh di langsa, Aceh 16 Mei lalu dan fakta terkait terdapat ribuan pengungsi yang masih terombang ambing di laut lepas karena tidak diterima oleh negara bardaulat disekitarnya membuat suatu ironi kemanusiaan tersendiri, khususnya bagi Indonesia yang merupakan negara demokrasi dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
Arus deras pengungsi rohingya dari miyanmar menuju kawasan disekitar ASEAN merupakan suatu gambaran yang jelas bahwa telah terjadi tindakan kekerasan dan penindasan yang masih terjadi di Myanmar khusunya kepada etnis rohingya yang menjadikan mereka rela untuk mengarungi ganasnya lautan demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Sikap pemerintahan Indonesia yang menolak para pengungsi ini masuk ke perairan Indonesia dan membiarkan mereka terombang-ambing dilaut lepas tidaklah sesuai dengan deklarasi universal HAM 1948 dan Declaration of erritotial Assylum 1967. Dalam eklarasi Universal HAM 1948 pasal 14 ayat 1 menyebutkan tentang setiap orang berhak mencari dan mendapatkan suaka di negara lain untuk melindungi diri dari pengejaran. Hak atas kebebasan ini dipertegas lagi dalam Declaration of Territorial Asylum 1967yang menyatakan bahwa :
Setiap orang memiliki hak untuk mencari dan menikmati suaka di negara lain karenakekhawatiran mengalami penyiksaan.
Hak ini tak dapat dimohonkan dalam kasus-kasus yang sifatnya non politis ataupunkarena tindakan-tindakan yang bertentangan dengan maksud dan prinsip-prinsip yangterkandung dalam piagam PBB.
Walaupun Indonesia belum meratifikasi kedua deklarasi tersebut dan baru ada inisiasi ratifikasi dengan memasukannya kedalam RANHAM pemerintah tahun 2010-2014 . Namun pemerintah seharusnya mendahulukan asas kemanusiaan terhadap para pengungsi tersebut bahwa terdapat ribuan jiwa yang terombang ambing dilaut lepas dan ditolak oleh hamper seluruh negara ASEAN untuk mendarat kewilayah mereka. Padahal pemerintah Indonesia sebelumnya pernah mencatat sebuah sejarah kemanusiaan yang luhur dengan menampung para pengungsi Vietnam tahun 1970. Pemerintah saat itu menyediakan pulau galang sebagai tempat penampungan sementara para pengungsi Vietnam yang berjumlah 250.000 jiwa selama lebih dari 17 tahun sebelum dipulangkan secara sukarela maupun dipindahkan ke negara pihak ketiga .
Dengan ini kami mengambil sikap untuk
Meminta pemerintah untuk berani mengambil kebijakan atas krisis manusia perahu 2015 dengan memeberikan tempat penampungan sementara yang layak bagi para pengungsi sampai dengan batas waktu yang telah disepakati oleh setiap stakeholder terkait.
Mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk turut serta membantu krisis manusia perahu 2015 dengan segenap kemampuan yang dimiliki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar