Oleh : Muhammad Ali Husein
Kadept Kastrat Kathoza 2013
Sebuah fenomena singularis
yang tak asing menjelang perhelatan akbar politik 2014 kembali mencuat
ke permukaan, apalagi kalau bukan komunikasi politik antar elit parpol.
Ya, komunikasi politik antar elit parpol sudah banyak digalakkan demi
menyambut pesta demokrasi 2014 kelak.
Tak hanya itu, beberapa parpol pun sudah meneguhkan siapa elit politik terbaik dari partainya yang siap bersaing dalam pergelutan rivalitas menuju RI1. Sebut saja Hatta Rajasa (PAN), Prabowo (Gerindra), dan Abu Rizal (Golkar) yang sudah dipastikan maju dalam bursa pencapresan berdasarkan dekrit partainya. Bahkan sudah ada elit politik yang sudah menggondol pasangannya, siapa lagi kalau bukan pasangan Wiranto-Harry Tanoe (Hanura) yang jelas-jelas memelopori simpul massa dalan civil society. Hal ihwal peta politik yang semakin memanas, ternyata masih ada beberapa parpol yang belum meneguhkan siapa elit politik terbaiknya yang akan maju dalam persaingan kontestasi RI1, yakni ; PKS, Demokrat, dan PDIP.
PKS masih menunggu keputusan Majelis Syuro yang memang tidak akan diumumkan dalam waktu dekat, apalagi mengingat PKS masih fokus pada klarifikasi serangan-serangan media yang menyudutkannya. Di sisi lain, Demokrat masih menunggu Konvensi partai mengenai siapa yang akan maju mewakili partainya, beberapa nama unggulan pun sudah muncul ke permukaan seperti Pramono Edhie, Marzuki Alie. Sedangkan PDIP, masih menunggu keputusan Megawati seorang, karena sosialisasi di PDIP memang begitu, dinasti, tak ada syuro, tak ada konvensi.
Meskipun PDIP masih menunggu keputusan Megawati, PDIP boleh berbangga hati, karena Jokowi -tokoh yang diusungnya dalam PilGub Jakarta- kerap kali menempati posisi pertama dalam survei jajak pendapat mengenai elektabilitas elit politik yang diperkirakan maju dalam bursa pencapresan. Dalam survei LSN (Lembaga Survei Nasional) menempatkan Jokowi dalam urutan teratas.
Tergoda dengan hasil survei jajak pendapat, beberapa elit politik yang sudah dipastikan maju ; Hatta Rajasa, Prabowo, Abu Rizal mulai melakukan komunikasi politik demi kepentingan politik 2014. Memang bisa dikatakan terlalu cepat jika 'taken contract' sekarang sebelum Pemilu Legislatif. Namun tawar menawar sudah terjadi diantara 3 elit politik tersebut dengan Jokowi. Hal ini lantaran dalam beberapa media Jokowi selalu dielu-elukan sebagai tambang suara. Karena hampir bisa dipastikan elit politik dari partai manapun yg berhasil 'kawin' dgn Jokowi dlm bursa pencapresan akan mendulang tambang suara yang besar.
Namun hal ini dirasa percuma jika Megawati masih belum memutuskan siapa yg akan maju mewakili PDIP, apakah Megawati lagi, yg dikenal sebagai spesialis kalah dalam persaingan Capres, atau apakah Megawati rela melepas Jokowi untuk maju menggantikan dirinya. Jika keputusan Megawati bukan Jokowi yang maju, itu bisa dijadikan sebagai manuver politik pemecah konsentrasi calon lain yg sudah melakukan tawar menawar dgn Jokowi.
Menghadapi kontestasi pencapresan 2014, salah satu fenomena penting yang kini mulai bergeser dari pemilu sebelumnya adalah mengenai 'pihak ketiga' dalam pencapresan, siapa lagi kalau bukan tokoh independen. Ada wacana besar untuk bangsa, bahwa calon alternatif yg berasal dari kalangan non-partai mulai dibutuhkan publik dan tak bisa diabaikan begitu saja. Sebut saja mantan ketua MK Mahfud MD, menteri BUMN Dahlan Iskan, nama-nama ini sempat menjadi perhatian publik lantaran kompetensinya sebagai negarawan yg mampu memimpin negara. Jika nama-nama ini dipinang oleh parpol dan dimajukan dalam pemilu, maka manuver poros tengah yang akan memecah konsentrasi suara di pemilu nanti sangat mungkin terjadi, kita tunggu saja.
Tak hanya itu, beberapa parpol pun sudah meneguhkan siapa elit politik terbaik dari partainya yang siap bersaing dalam pergelutan rivalitas menuju RI1. Sebut saja Hatta Rajasa (PAN), Prabowo (Gerindra), dan Abu Rizal (Golkar) yang sudah dipastikan maju dalam bursa pencapresan berdasarkan dekrit partainya. Bahkan sudah ada elit politik yang sudah menggondol pasangannya, siapa lagi kalau bukan pasangan Wiranto-Harry Tanoe (Hanura) yang jelas-jelas memelopori simpul massa dalan civil society. Hal ihwal peta politik yang semakin memanas, ternyata masih ada beberapa parpol yang belum meneguhkan siapa elit politik terbaiknya yang akan maju dalam persaingan kontestasi RI1, yakni ; PKS, Demokrat, dan PDIP.
PKS masih menunggu keputusan Majelis Syuro yang memang tidak akan diumumkan dalam waktu dekat, apalagi mengingat PKS masih fokus pada klarifikasi serangan-serangan media yang menyudutkannya. Di sisi lain, Demokrat masih menunggu Konvensi partai mengenai siapa yang akan maju mewakili partainya, beberapa nama unggulan pun sudah muncul ke permukaan seperti Pramono Edhie, Marzuki Alie. Sedangkan PDIP, masih menunggu keputusan Megawati seorang, karena sosialisasi di PDIP memang begitu, dinasti, tak ada syuro, tak ada konvensi.
Meskipun PDIP masih menunggu keputusan Megawati, PDIP boleh berbangga hati, karena Jokowi -tokoh yang diusungnya dalam PilGub Jakarta- kerap kali menempati posisi pertama dalam survei jajak pendapat mengenai elektabilitas elit politik yang diperkirakan maju dalam bursa pencapresan. Dalam survei LSN (Lembaga Survei Nasional) menempatkan Jokowi dalam urutan teratas.
Tergoda dengan hasil survei jajak pendapat, beberapa elit politik yang sudah dipastikan maju ; Hatta Rajasa, Prabowo, Abu Rizal mulai melakukan komunikasi politik demi kepentingan politik 2014. Memang bisa dikatakan terlalu cepat jika 'taken contract' sekarang sebelum Pemilu Legislatif. Namun tawar menawar sudah terjadi diantara 3 elit politik tersebut dengan Jokowi. Hal ini lantaran dalam beberapa media Jokowi selalu dielu-elukan sebagai tambang suara. Karena hampir bisa dipastikan elit politik dari partai manapun yg berhasil 'kawin' dgn Jokowi dlm bursa pencapresan akan mendulang tambang suara yang besar.
Namun hal ini dirasa percuma jika Megawati masih belum memutuskan siapa yg akan maju mewakili PDIP, apakah Megawati lagi, yg dikenal sebagai spesialis kalah dalam persaingan Capres, atau apakah Megawati rela melepas Jokowi untuk maju menggantikan dirinya. Jika keputusan Megawati bukan Jokowi yang maju, itu bisa dijadikan sebagai manuver politik pemecah konsentrasi calon lain yg sudah melakukan tawar menawar dgn Jokowi.
Menghadapi kontestasi pencapresan 2014, salah satu fenomena penting yang kini mulai bergeser dari pemilu sebelumnya adalah mengenai 'pihak ketiga' dalam pencapresan, siapa lagi kalau bukan tokoh independen. Ada wacana besar untuk bangsa, bahwa calon alternatif yg berasal dari kalangan non-partai mulai dibutuhkan publik dan tak bisa diabaikan begitu saja. Sebut saja mantan ketua MK Mahfud MD, menteri BUMN Dahlan Iskan, nama-nama ini sempat menjadi perhatian publik lantaran kompetensinya sebagai negarawan yg mampu memimpin negara. Jika nama-nama ini dipinang oleh parpol dan dimajukan dalam pemilu, maka manuver poros tengah yang akan memecah konsentrasi suara di pemilu nanti sangat mungkin terjadi, kita tunggu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar