Oleh:Adi Surya Penulis adalah Alumni Fakultas Pertanian Universitas Jendral Soedirman(Kader KAMMI UNSOED 2005) dan sekarang sedang menimba Ilmu di Biotechnology Department Çukurova University Turkey. - Learn and Share -“ Amal Thullabi yang terefleksi pada buku, guru/dosen, sekolah, kampus, tulisan ilmiah, lembaga kemahasiswaan, baik di tingkat fakultas atau perguruan tinggi, adalah lingkaran awal masyarakat madani. Selanjutnya diikuti oleh organisasi profesi yang mengembangkan amal thullabi di berbagai spesialisasi profesi. Dengan semua itu, ummat akan mampu memperoleh tempatnya yang terhormat di tengah masyarakat manusia “(Dr. Musthafa Muhammad Thahhan dalam Khitthah Amal Thullaby)Masih terekam jelas kisah perjuangan generasi awal dakwah kampus. Layaknya membuat bangunan yang kokoh, para pejuang itu membuat pondasi yang kuat dari bahan-bahan pilihan berkualitas dan design bangunan dibuat dengan perhitungan yang matang dan rapih. Ya, para pendahulu kita mengorbankan kehahadiran di perkuliahan dan memilih untuk fokus pada pembentukan pribadi lewat tim-tim kecil dalam lingkaran yang dilakukan secara berkesinambungan, menyebarkan pemikiran Islam kepada segenap civitas akademika dan menghidupkan masjid kampus dengan beragam program syiar. Sistem yang baik dalam membentuk pribadi unggul di kampus, manajemen organisasi yang rapih dan jaringan yang luas merupakan buah perjuangan dari generasi terdahulu. Pengorbanan meraka yang sangat besar bisa dirasakan manisnya buah perjuangan tersebut oleh kita semua hari ini.Sholeh, kritis, pintar dan peduli itulah yang tercermin pada seorang aktivis dakwah kampus sekarang. Sifat sholeh pribadi yang kemudian di transformasi menjadi sholeh sosial (mushlih) merupakan ciri khas dari aktivis dakwah kampus. Kesadaran dan proaktif merupakan kunci dari transformasi sholeh sosial. Prinsip yang harus dibangun pada tansformasi sholeh sosial adalah partisipasi integral yang menyangkut semua ranah kehidupan. Seorang aktivis dakwah harus memiliki komitmen sense in-group yaitu rasa keterlibatan dengan ummat, merasa sebagai bagian dari ummat dan memiliki perhatian yang tinggi terhadap problematika ummat. Sensitif atas masalah ummat lalu kemudian menyuarakannya dalam bentuk-bentuk aksi jalanan. Menghimpun kekuatan, menganalisis informasi, mengolah isu dan kembali menyuarakan aspirasi dengan turun kejalan hingga mampu menumbangkan kezholiman yang ada di Indonesia adalah salah satu bagian dari sifat kritis dan sholeh sosial seorang aktivis dakwah. Reformasi merupakan salah satu bentuk kesuksesan aksi jalanan menumbangkan rezim yang zholim.Ternyata sikap kritis yang disuarakan dalam bentuk aksi jalanan tidaklah cukup. Berjuta kali turun aksi yang dianggap sebagai langkah pastipun agaknya perlu dilanjutkan kebentuk yang lebih nyata yaitu kontribusi. Melihat kondisi hari ini, agaknya masyarakat sangat merindukan kontribusi nyata aktivis dakwah untuk membangun peradaban. Dalam berkontribusi seorang aktivis dakwah harus memilih satu bidang spesialisasi ilmu atau profesi yang diyakini dapat menjadi expert dan unggul. Kemampuan manusia sifatnya terbatas, oleh karena itu, sebagai kontributor peradaban hendaknya aktivis dakwah mengetahui titik kekuatannya. Kemudian, memberikan karya terbaiknya kepada Islam, Indonesia dan dunia. Anis Matta dalam bukunya Model Manusia Muslim mengusulkan agar seorang muslim dapat menempati empat bidang kontribusi, yakni wilayah pemikiran/ilmiah (ilmuwan), kepemimpinan, profesional (profesi) dan finansial.Kesadaran kita sebagai pemuda yang akan terlibat dalam sektor perjuangan, yaitu sektor kemerdekaan dan kebebasan dari berbagai penindasan dan kezhaliman. Sektor pemikiran dan opini yang diracuni oleh perang pemikiran dan perang budaya terutama sekuleristik liberalistik. Sektor iman dan amal dengan aktivitas pendidikan dan dakwah ke berbagai lapisan masyarakat, dan sektor perubahan melalui kekuatan moral dan intelektual untuk mendorong perubahan dalam berbagai bidang kehidupan dan mengemban misi peradaban dan kemajuan umat.Sudah seharusnya kompetensi menjadi bagian dari perhatian kita semua. Terutama berkaitan dengan penyesuaian roda dakwah yang sudah bergulir jauh menuju visi “Muslim Negarawan”. Hari ini adalah sebuah era dimana daya saing dan kompetisi semakin ketat. Aktivis dakwah harus mampu melakukan akselerasi yang cepat dalam capaian-capaian akademis. Karena, kita harus menyadari bahwa ada kehidupan yang harus dijalani pasca kampus. Pada tahapan itulah daya saing dan kompetisi menjadi bagian yang paling dominan dan juga menentukan.Kompetensi inilah yang perlu ditempa oleh setiap aktivis dakwah sejak awal kuliah. Berkompetisi dalam event-event kreatifitas mahasiswa, menjadi mahasiswa berprestasi, terampil dalam bahasa asing (Inggris, Jepang dan Arab), ikut serta dalam bimbingan karier dan persiapan dakwah pasca kampus adalah bentuk afiliasi dari lingkup kompetensi. Kompetensi juga mutlak diperlukan tatkala alumni melakukan mobilitas vertikal pasca kampus. Dimana pada fase ini, mereka akan dihadapkan pada realita dunia profesi. Setiap sektor profesi mulai dari public sector, private sector, dan third sector (LSM) membutuhkan kompetensi yang berbeda untuk bisa masuk kedalamnya.Kompetensi memang tidak dapat diukur hanya dengan nilai, sebagaimana intelegence juga tidak hanya diukur oleh nilai (indeks prestasi akademik/IPK). Untuk menjadi aktivis dakwah berkualitas maka aspek-aspek lain seperti: aktif berorganisasi, terampil dalam bahasa asing, mengikuti perkembangan informasi, jaringan yang luas, dan menguasai teknologi harus dipenuhi selain penguasaan kompetensi akademik spesialisasinya.Karakter-karakter tersebut mempertegas bahwa seorang aktivis dakwah harus mampu mensinergikan seluruh potensinya untuk menjadi seorang yang profesional dan berkarakter. Kemampuan soft skill seperti yang banyak disebutkan di atas tentu tidak dapat diperoleh dibangku kuliah, maka belajar berorganisasi dan komitmen terhadap pembinaan Islamiyah sangat penting kedudukannya untuk membangun skill ini. Maka, menjadi aktivis dakwah yang profesional berkarakter bukan berarti harus study oriented yang benar-benar hanya study, tapi juga diimbangi dengan aktivitas lain yang bermanfaat dan mampu mengasah potensi soft skill sekaligus hard skill.Gerakan dakwah profesi merupakan pintu gerbang menuju kesuksesan dakwah pasca kampus. Aktivis dakwah yang kompeten, profesional dan kontributif merupakan misi utama dalam gerakan dakwah ini. Sehingga visi Muslim Negarawan tidak hanya sekedar retorika dan mimpi semata. Masihkah kita rela negara ini diurus oleh para koruptor penghisap darah rakyat ???. Apakah dengan hanya mengandalkan aksi jalanan bisa memberangus “tikus-tikus” busuk yang bersembunyi di balik gedung-gedung kampus, departemen pemerintahan, kejaksaan, rumah sakit bahkan di lembaga penelitian ???.Hari ini aktivis dakwah harus memiliki perencanaan ke sektor mana mereka akan berkiprah nantinya setelah lulus dari kampus. Dakwah kampus berperan dalam transformasi kader kampus menjadi kader profesi dengan pengokohan tarbiyah thulabiyah dan tarbiyah niqabiyah (profesi). Mobilitas vertikal ke kelas menengah berbasis kompetensi pada umumnya berasal dari kampus. Mobiltas vertikal ini ditentukan kualitas, kompetensi dan jaringan. Mobilitas vertikal berupa perjuangan dalam mempengaruhi kebijakan publik untuk merubah keadaan masyarakat secara signifikan. Dan pada akhirnya embrio masyarakat madani yang ada di kampus dapat tumbuh subur ditengah masyarakat Indonesia dan dunia. Ayo kawan, Bergerak atau Tergantikan !!!.
Jumat, 31 Agustus 2012
Dari Gerakan Demonstrasi ke Gerakan Profesi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar