Akhmad Khoyrun Najakh (KASTRAT KATHOZA)
Tiga belas tahun sudah reformasi
berjalan di negeri ini.
Seperti apa yang kita lihat sekarang,
kemiskinan semakin merajalela,
penindasan semakin menjadi-jadi.
Lantas harus seperti apakah
langkah kita sebagai mahasiswa?
Sepenggal puisi diatas bukan karangan seorang pujangga yang besar. Akan tetapi saya mencoba menghadirkan serta merefleksikan perjalanan negeri ini pasca era reformasi. Bulan Mei 1998, menjadi saksi perjuangan seluruh elemen masyarakat Indonesia yang dimotori oleh mahasiswa dalam memperjuangkan hak-haknya ditengah situasi yang menjemukan doktrinasi almarhum soeharto yang pada saat itu menjabat sebagai presiden Republik Indonesia. Ditengah keberhasilannya menjunjung tinggi kemapanan dalam hal pangan, ternyata celah keburukan soeharto tercium oleh masyarakat luas sehingga muncullah dugaan-dugaan adanya penyalahgunaan wewenang yang kemudian lebih akrab didengar dengan istilah korupsi. Korupsi yang dilakukan oleh almarhum soeharto pada saat itu tidaklah sedikit. Bahkan sempat meninggalkan luka bagi setiap warga negara Indonesia yaitu dengan adanya label “hutang tujuh juta rupiah” disetiap individunya.
Pasca reformasi, Indonesia mengalami banyak musibah. Hal ini disebabkan oleh tarik-ulur kepentingan barat. Beberapa saat setelah reformasi, Indonesia terpaksa melepaskan provinsi Timor timor karena adanya campurtangan kepentingan australia dan inggris. Sehingga sekarang menjadi negara sendiri yaitu Timor Leste. Hingga pada saat Pemilihan Umum yang selanjutnya, Indonesia masih pula terjajah ditengah kecarut-marutan pemerintahan yang labil. Almarhum Gusdur yang pada saat itu menjadi Presiden Republik Indonesia cenderung mengeluarkan sensasi dan lebih mengutamakan hubungan luar negeri sementara keadaan dalam negeri tidak begitu diperhatikan. Kemudian Gusdur dimakzulkan dan diganti oleh Presiden perempuan Indonesia yang pertama Ibu Megawati. Megawati salah satu tipikal pemimpin yang “alon-alon asal kelakon” sehingga pembangunan ekonomi di Indonesia sangatlah lambat dan cenderung mengutamakan kepentingan asing (barat). Hal ini terlihat dengan dijualnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Indosat yang akhirnya jatuh kepada para investor. Contoh lainnya ketika perebutan blok cepu oleh Pertamina dan Exxon mobil yang diiringi dengan perubahan Undang-undang tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi yang kemudian menimbulkan kerugian materiil sampai sekarang.
Indonesia, negara kaya namun miskin. Miskin karena presiden yang bermental penguasa yang bertindak seenaknya sendiri. Menjual semua kekayaan alamnya kepada investor asing yang sama sekali tidak bersumbangsih terhadap kesejahteraan rakyat. Sampai kemudian rezim pun tergantikan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang lebih dikenal dengan SBY. SBY muncul sebagai sosok yang cukup fenomenal. Ditengah banyaknya orang yang berlomba-lomba untuk menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada awalnya SBY diharapkan mampu membawa perubahan bagi keadaan rakyatnya yang semakin terpuruk karena ditindas oleh kepentingan asing.
Akan tetapi, harapan itu sirna karena SBY juga ikut diperalat lagi-lagi oleh barat. Segala Undang-undang dan kebijakan yang dikeluarkan selalu identik dengan yang namanya privatisasi yang berujung kepada kapitalisasi diberbagai sektor kehidupan. Salah satu contohnya ketika munculnya Undang-undang tentang Badan Hukum Pendidikan yang membuka seluas-luasnya kepada investor untuk menguasai setiap lembaga pendidikan di negeri ini. Ketika UU ini dicabut ternyata sampai saat ini kapitalisasi ini tetap terjadi dimana UU ini masih tetap direvisi dengan wujud sedemikian rupa supaya kepentingan asing tetap bisa masuk. Perdagangan bebas juga ikut andil bagian dalam kapitalisasi di negara ini. Tanpa keberpihakan kepada rakyat, banyak sekali barang komoditas yang berasal dari luar negeri yang harus dipasok ke dalam negeri karena kelangkaan yang terjadi akibat adanya penguasaan aset tertentu yang dikuasai oleh asing.
Pertanyaannya, sampai kapan Indonesia seperti ini? Dijajah oleh kepentingan asing dengan tanpa memperhatikan rakyat kecil yang tak punya kehidupan yang layak. Hanya kita yang bisa merubahnya. Mulai dari hal yang terkecil, mulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang!
Dipersembahkan kepada pujangga pergerakan untuk merefleksikan 13 tahun reformasi yang tak menentu arah tujuannya. (AKN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar